beberapa hari yang lalu saya sempat mengalami kondisi dimana saya harus memilih antara perbuatan baik atau buruk yang sulit dipastikan.  situasinya tidak jelas sehingga saya tidak tahu harus berpegang pada prinsip moral yang mana. akibatnya saya hanya jatuh pada egoisme etis, terlalu berfokus pada diri sendiri sehingga tidak memperhitungkan kepentingan orang lain.

mungkin apa yang saya pikirkan saat itu sesuai dengan Teori Perkembangan Moral baik oleh Kohlberg maupun Gilligan. teori ini baru saya dapatkan tadi pagi di kuliah Undang-undang dan Etika.

menurut Kohlberg, perkembangan moral manusia dibagi dalam 3 tingkat, yaitu:

1. Pra Konvensional, pada tingkat ini seseorang akan memandang atau menilai sesuatu atas dasar pendapat pribadi. perilaku yang benar dipandang dari sisi yang menguntungkan diri sendiri. di tingkat inilah perkembangan moral anak muda. tingkat ini dibagi 2 tahap:

  • tahap I,

pespektifnya bersifat egosentris, membatasi pada kepentingan sendiri dengan faktor dominan yang menyertai motivasi moral ini adalah perasaan ketakutan akibat perbuatannya.

  • tahap II,

seseorang telah menyadari adanya orang lain namun tetap curang (masih ada sedikit ego) dengan faktor dominan yang memotivasi adalah imbalan atas perbuatan baik yang dilakukannya.

2. Konvensional, pada tingkat ini seseorang memiliki rasa mau berkorban, mementingkan kepentingan sosial daripada kepentingan pribadi. di sinilah tingkat perkembangan orang dewasa. tingkat ini juga di bagi 2 tahap:

  • tahap I,

ada penyesuaian, berperilaku baik kepada orang lain namun masih kelompok terdekat.

  • tahap II,

berperilaku baik pada kelompok umum dengan berorientasi pada hukum dan ketertiban dimana perilaku yang baik adalah melakukan kewajiban, menghormati otoritas, dan mempertahankan ketertiban sosial.

Kohlberg berpendapat bahwa wanita akan banyak berada pada penalaran tingkat konvensional karena wanita lebih disibukkan dengan kaidah-kaidah konvensional dan mereka plin-plan dalam menerapkan prinsip-prinsip umum tentang hak hidup. (saya nggak ngerti ini gimana..)

3. Pasca Konvensional, pada tingkat ini seseorang mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan sosial dan kepentingan pribadi. berusaha hidup dengan nalar “lakukan pada orang seperti apa yang kita ingin mereka lakukan pada kita”. secara gampang adalah “jangan nyubit kalo nggak pengen dicubit”. motivasi yang ada adalah melakukan apa yang secara moral masuk akal dan diikuti dengan keinginan untuk mempertahankan integritas moral, harga diri dan rasa hormat kepada individu yang lain. di sini adalah tingkat untuk individu yang otonom (tidak dipengaruhi orang lain). biasanya para orang tua. tahapan yang ada adalah:

  • tahap I,

orientasi pandangan pada kontrak sosial legalistis

  • tahap II,

orientasi pandangan pada prinsip etika yang universal

(maaf, saya nggak dong bagian ini jadi tidak bisa menjelaskan lebih lanjut)

namun, tingkatan-tingkatan tersebut tidak selalu terkait dengan umur. saya jadi ingat salah satu iklan rokok dengan tulisan “tua itu pasti, dewasa itu pilihan” 😀 satu lagi, setiap orang bisa saja tidak stuck pada satu tingkat, dalam waktu-waktu tertentu dia bisa berpindah tingkat. namun secara umum, dia lebih sering berada pada tingkat yang sama. namanya juga perkembangan pasti tidak statis…

sedangkan menurut Gilligan, dalam survey yang dilakukan Kohlberg terdapat bias yang dimunculkan dari volunter-volunter wanita. Gilligan, dalam bukunya In a Different Voice, menyebutkan bahwa wanita membutuhkan etika perhatian. Laki-laki cenderung berminat memecahkan problem moral dengan prinsip moral yang abstrak sedang wanita lebih melihat pada hubungan personal pada semua orang yang terlibat dalam situasi (lebih kongkret).

(pada akhir kuliah, saya masih bingung dengan teori Gilligan.  mungkin karena saya belum paham dengan yang namanya “prinsip moral yang abstrak”)

yang saya kaitkan dengan masalah saya kemarin adalah, bahwa saya kemarin sedang berada pada tingkat konvensional tahap II lalu memecahkan masalah dengan melihat hubungan personal pada semua orang yang terlibat dalam situasi.

kalau boleh saya sederhanakan dengan teori “mars dan venus”, saya sebagai venus tidak bisa menerima pesan yang disampaikan oleh mars karena sudah jaraknya jauh, masih dihalangi bumi pula. jarak yang jauh itu bisa diterjemahkan dengan umur, bumi itu adalah cara penyampaian. beruntung ada utusan dari mars yang bisa meluruskan kembali jalur pesan yang tadinya ruwet.

akhirnya saya bersyukur bisa menyelesaikan problem moral saya, meski di depan masih banyak problem yang pasti akan terjadi antara mars dan venus, karena jarak itu tetap ada dan bumi juga masih eksis diantara mereka. sebaiknya saya segera menemukan jalan pintas untuk jalur pesan antara kedauanya.

maaf jika kemarin ada hal yang kurang berkenan, semoga luka bisa segera kering dan tidak terbuka lagi sehingga timbul infeksi. amin…